Implikasi Tuberculosis Sebagai Paradigma Baru Indonesia Pasca Covid-19

Peta Jumlah Penderita TBC 
sumber: https://data.worldbank.org

Pada hakikatnya untuk mencapai titik kesejahteraan rakyat, sebuah negara akan terus berupaya melakukan pembangunan yang berkesinambungan. Namun, dalam upaya tersebut proses pembangunan oleh suatu negara memiliki kecenderungan mengeksplorasi sumber daya alam tanpa memperhatikan efek jangka panjang akan keseimbangan ekosistem yang ada.  Sustainable Developmen Goals atau singkatnya disebut SDGs merupakan sebuah kesepakatan negara- negara yang tergabung dalam PBB sejak tahun 2015 hingga 2030 sebagai upaya melanjutkan program pembangunan berkelanjutan MDGs.

SDGs hadir sebagai bentuk instrumen target agar pelaksanaan pembangunan setiap negara memperhatikan perkembangan situasi dunia termasuk deflation sumber daya alam, perlindungan sosial, food and energy security, dan perubahan iklim. Secara umum SDGs memiliki 4 pilar besar yang mencakup 17 tujuan pembangunan. Empat pilar tersebut diantaranya adalah pilar pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan lingkungan, dan pilar hukum dan tata kelola.

Penjaminan kehidupan sehat dan Sejahtera menjadi salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan dalam SDGs. Sampai detik ini, penyebab kematian tertinggi dunia disebabkan oleh system respirasi. Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang tidak sedikit memiliki jumlah penderita penyakit system respirasi.   Salah satu penyakit system respirasi terbesar adalah TBC. Sistem kesehatan Indonesia saat ini juga masih menghadapi tantangan besar mengenai penyakit menular TBC. Penyakit menular Tuberculosis atau TBC adalah penyakit menular yang diakibatkan adanya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini bisa menyerang seluruh organ tubuh sehingga penyakit TBC saat ini menjadi penyebab kematian teratas. Oleh karena itu, pengentasan kejadian tuberculosis menjadi salah satu tujuan yang terangkum dalam poin ketiga SDGs yaitu  terjaminnya kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk semua usia

Grafik Perkembangan Jumlah Penderita TBC Indonesia 

sumber : https://data.worldbank.org


Meskipun sempat mengalami kondisi penurunan kejadian tuberculosis  pad 2017 hingga 2020, jumlah kejadian tuberculosis  pada 2021 meningkat hingga 354 setiap 100.000 penduduk. Hal ini tidak terlepas dari imbas  terganggunya layanan pengobatan tuberculosis saat pandemi Covid-19. Sejak awal pandemi Covid-19, Indonesia merupakan penyumbang jumlah penderita TBC terbesar ketiga secara global. Hampir 9% dari seluruh total kasus TBC dunia disumbang oleh Indonesia pada 2021 lalu.  Tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan dan modal manusia, penyakit TBC secara tidak langsung juga berdampak pada beban ekonomi negara. Hal tersebut tidak lain dikarenakan saat seseorang mengidak penyakit ini maka produktivitas ekonominya kaan menurun bahkan hilang sehingga menambah beban ekonomi negara.

Kejadian tuberculosis yang menimpa seseorang diakibatkan oleh beberapa factor. Umur termasuk dalam factor yang mempengaruhi seseorang mengalami kejadian tuberculosis. Fakta ini dibuktikan dengan sekitar 75% kasus tuberculosis merupakan kelompok usia produktif. Kejadian Tuberculosis juga disebabkan oleh factor jenis kelamin. Karena adanya kebiasaan merokok, laki-laki lebih berpeluang mengalami kejadian tuberculosis  dibanding Perempuan. Selain itu, daya tahan tubuh seseorang juga mempengaruhi besar kecilnya ia berpeluang mengalami  tuberculosis. Faktor luar yang ikut berpengaruh pada kasus tuberculosis  adalah kepadatan hunian. Hunian yang padat menyebabkan kuman dan bakteri akan mudah hidup terutama pada tempat- tempat gelap dan mini  pencahayaan matahari.

Sejak tahun 1990, Indonesia telah mulai mencanangkan program pengendalian tuberculosis  yaitu Directly Observed Treatment Short-course atau DOTS. DOTS  menjadi salah satu komponen penting sebagai bentuk pengawasan langsung pada penderita tuberculosis  termasuk keluarga maupun petugas kesehatan yang berinteraksi langsung dengan penderita. Dalam hal ini, pengawas akan memantau penderita dan memastikan penderita minum obat secara teratur. Namun,  Program ini kemudian diganti menjadi END-TB setelah diadakannya kesepakatan negara- negara terkait SDGs.

END-TB memiliki tiga pilar utama. Pilar pertama difokuskan pada penanganan dan pencegahan tuberculosis pada pasien. Pilar kedua berfokus pada kebijakan- kebijakan pemerintah dalam upaya mendukung strategi nasional. Adapun factor- factor penting yang mennetukan keberhasilan strategi nasional diantaranya adalah, pentingnya konsumsi obat yang rasional dengan pencatatan berkesinambungan bagi pasien tuberculosis, peningkatan kesejahteraan sosial, dan pemberantasan kemiskinan menjadi. Aspek tersebut sejalan dengan riset yang dilakukan WHO dimana pendapatan perkaita suatu negara berbanding terbalik dengan banyak kasus tuberculosis  yang dialami penduduknya.

Strategi nasional penanggulangan tuberculosis Indonesia tahun 2020 hingga 2024  telah ditetapkan dalam enam strategi. Dari enam strategi tersebut, tiga strategi petama merupakan strategi fungsional sedangkan tiga strategi lainnya adalah strategi pemungkin. Strategi fungsional adalah strategi yang bersifat teknis dan lebih focus pada area intervensi. Strategi fungsional pertama adalah meningkatan akses layanan tuberculosis  yang bermutu dan berpihak pada pasien. Srategi selanjutnya adalah mengoptimalkan promosi dan upaya pencegahan termasuk memberikan pengobatan pencegahan tuberculosis  serta pengendalian infeksinya. Strategi terakhir adalah meningkatkan peran komunitas dan mitra dari sektor lain dalam mengurangi kejadian tuberculosis.

Strategi pemungkin merupakan  strategi yang lebih berfokus pada factor kontekstual yang mendukung ketercapaian strategi fungsional. Strategi pemungkin meliputi upaya menguatkan komitmen dan kepemimpinan pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk mempercepat pengurangan dan penyembuhan tuberculosis , mengoptimalkan pemanfaatan riset dan teknologi skrining, diagnosis serta tata laksana tuberculosis, dan menguatkan manajemen program dalam system kesehatan.

Adapun sasaran populasi dalam strategi nasional ini adalan semua orang yang terduga mengalami kejadian tuberculosis. Dalam upaya ini pemerintah berfokus pada populasi beresiko tinggi seperti perokok, orang yang mengalami malnutrisi, pengidap diabetes mellitus, kelompok lanjut usia, penderita HIV/AIDS, dan petugas kesehatan. Selain itu, juga diberlakukan untuk congregate setting seperti lapas, wilayah padat penduduk yang kumuh, tempat kerja baik formal maupun informal, tambang tertutip, barak pengungsi, asrama, dan pondok pesantren.

Namun, dalam praktiknya, upaya penanggulangan tuberculosis tidak sedikit mengalami hambatan termasuk dari sudut pandang partisipasi masyarakat dan mitra. Rendahnya keterlibatan organisasi pasien dalam pencegahan dan pengobatan tuberculosis ditingkat kabupaten menjadi hambatan yang cukup berdampak terhadap peningkatan jumlah penderita tuberculosis. Padahal kabupaten adalah struktur pemerintah yang paling dekat dengan permasalahan masyarakat kata dan paling mudah melakukan pengendalian serta pengawasan langsung kepada masyarakat. Kebijakan dan regulasi yang rendah termasuk kurangnya cakupan layanan pengobatan tuberculosis  yang dibiayai asuransi kesehatan di wilayah kabupaten masih terbukti perlu upaya peningkatan dan perbaikan sumber daya manusia, logistic, system informasi, dan pembiayaan penanggulangan tuberculosis.

Koordinasi yang rendah antara tingkat kementrian seperti sosial, agama, desa, hukum, HAM, pendidikan, tenaga kerja, dan BPJS juga menghambat proses keberlangsungan program yang sudah tertulis dalam strategi nasional. Selain itu, terbatasnya kolaborasi dengan BAZNAS dan kurangnya upaya memanfaatkan hasil riset teknologi digital untuk skrining, diagnosis, dan pengobatan juga menjadi hambatan yang cukub berdampak besar terhadap keberhasilan penganggulangan tuberculosis. Elvi

Pengentasan tuberculosis akan efektif dijalankan jika pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten serta kementrian- kementrian lain saling terorganisir dan terhubung. Selain itu, penguatan hubungan layanan kesehatan primer dengan penyedia layanan kesehatan swasta harus ditingkatkan untuk memudahkan penyebarluasan informasi program TBC nasional. Selain itu, mudahnya layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat juga akan menodorong mudahnya tenaga kesehatan mendiagnosis penderita TBC. Dengan demikian, secara tidak langsung akan berdampak terhadap kecepatan akses masyarakat mendapatkan obat- obatan.  Selain itu, Peningkatan system digital dalam upaya penyebarluasan informasi dan pemantauan program TB dalam layanan kesehatan sektor public dan swasta harus ditingkatkan. Tujuan peningkatan ini untuk meminimalkan beban pelaporan dan meningkatkan ketersediaan dan keandalan data untuk perbaikan kebijakan. Faktor penting lain yang harus diperhatikan  adalah kemudahan akses perlindungan risiko keuangan saat melakukan pengobatan, kualitas pelayanan kesehatan yang aman dan efektif, serta stabilitas harga obat dan vaksin untuk masyarakat.


Daftar Pustaka 

Adhanty, S., & Syarif, S. (2023). Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Tinjauan Sistematis. In Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Artikel Penelitian (Vol. 7, Issue 1).

Manalu, H. M., Sunarsih, E., & Misnaniarti. (2023). KEBERHASILAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TUBERCULOSIS DI INDONESIA. 14, 29–034. https://doi.org/10.35730/jk.v14i0.957

Marsyah, F., Lestari, Y., Basyar, M., & Andalas, U. (2023). HUBUNGAN FAKTOR KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS DI KOTA PADANG TAHUN 2023. 8(3), 676–691. https://doi.org/10.22216/jen.v8i3.2523

Nopita, E., Suryani, L., & Evelina Siringoringo, H. (n.d.). Analisis Kejadian Tuberkulosis (TB) Paru Analysis of the Incidence of Pulmonary Tuberculosis (TB). 6(1). https://doi.org/10.32524/jksp.v6i1.827

Sari, G. K., Sarifuddin, & Tri Setyawati. (2022). TUBERKULOSIS PARU POST WODEC PLEURAL EFUSION: LAPORAN KASUS PULMONARY TUBERCULOSIS POST WODEC PLEURAL EFFUSION: CASE R.

Sejati, A., Sofiana, L., & Ahmad Dahlan, U. (2015). FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA TUBERKULOSIS. In KEMAS (Vol. 10, Issue 2). http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

 

Komentar

Postingan Populer