Jakarta dengan Semua yang Direncanakan-Nya
Jakarta, sebuah
kota yang sama sekali tidak pernah ada dalam list kota yang menjadi tujuanku
untuk menempuh pendidikan tinggi. Memang benar, aku adalah satu- satunya
anggota di keluargaku yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah Jakarta
sebelumnya. Setiap kali keluargaku ke Jakarta, aku sama sekali tidak pernah
ikut. Tapi, bukan berarti aku tidak pernah ingin ke Jakarta. Aku selalu ingin
ikut mereka, tapi satu dan lain hal yang bersamaan waktunya aku tidak bisa ikut
mereka ke Jakarta meski hanya untuk menjenguk saudara di sana.
Jakarta, sebuah
kota besar yang selalu aku jadikan bahan becandaan dengan ayahku. Tidak pernah
sekalipun aku benar- benar memiliki keinginan untuk mencoba merantau ke
Jakarta. Enam bulan merasakan merantau di salah satu kota di Jawa Timur yang
jaraknya tidak sejauh Jakarta saja aku sering merindukan rumahku. Apalagi “Jakarta”
yang jaraknya lebih dari 600 km dari rumahku. Setidaknya, untuk ke Jakarta aku membutuhkan
waktu minimal 9 jam atau lebih untuk tiba sampai di sini. Tentu bukan waktu yang
singkat bagiku kala itu untuk sering bolak- balik pulang ke rumah setiap bulan.
Meskipun harga tiket kereta ke Jakarta tidak semahal pesawat teman- temanku,
setidaknya untuk pulang aku harus mengorbankan waktu dan tenagaku.
Setelah
melewati banyak hal yang tidak aku duga, takdir membawaku sampai di Jakarta. Saat
itu, saat kali pertama tiba di Jakarta bukanlah hal yang mudah bagiku. Meninggalkan
kamarku juga tentang semua hal yang terjadi di rumah sebelumnya adalah hal yang
cukup berat dan tidak mudah aku gantikan dengan semua keceriaan yang aku temukan
di Jakarta. Tapi, ini bukan hanya tentang
“rumah”, lebih dari itu, ini adalah tentang orang- orang di dalamnya. Dulu,
sebelum merasakan jauh dari orang tua, aku sama sekali tidak pernah merasakan
arti sebuah kata dari “orang tua”. Bagiku, dulu orang tua hanyalah sekedar
panggilan untuk ibu dan ayah. Ternyata, arti orang tua tidaklah sesempit itu.
Sebelum
merantau sejauh ini, pergi kemana pun, selama apapun dan sejauh apapun sebuah
Kota sama sekali tidak pernah terasa berat bagiku meninggalkan rumah saat aku
bersama orang tua. Bahkan di setiap perjalanan keluar kota adalah hal yang selalu
aku nantikan dari ayahku. Mungkin saat itu aku belum merasakan arti dari sebuah
“rumah” juga arti hadirnya orang tua yang sebenarnya. Namun, kali ini Jakarta telah
merubahku. Jakarta adalah kota tujuan pertama yang dalam perjalannya selalu
terasa berat.
Jarak adalah
hal yang paling tepat untuk menunjukkan kepada kita arti penting dari hadirnya
seseorang. Ternyata, bukan rumahku yang menjadi alasan sebuah ketenangan. Akan tetapi,
ketenangan itu saat aku bisa merasakan hadirnya orang tua di dekatku. Merasakan
kehadiran orang- orang yang benar- benar tulus menerima kurang dan lebihhku
juga di saat bahagia dan sedihku. Jakartalah yang telah menyadarkanku dan
membuatku merasakan bagian paling tidak enak saat merantau, yaitu kehilangan sebuah
rasa tenang. Saat ini hal yang membuat aku paling bahagia adalah merasakan dinantikannya
hadirku saat aku pulang.
Kota Jakarta,
sebuah Ibu Kota dengan semua sejarah perjuangannya. Bukan hanya menjadi kota
perjuangan bagi pahlawan bangsa ini, tetapi juga untuk seluruh perantau di
dalamnya. Merasakan hidup di waktu terakhir tanah ini menjadi Ibu Kota adalah
hal yang sama sekali tidak pernah kurasakan sedikit pun kecewa dan penyesalan. Aku
bersyukur, meskipun banyak hal yang sudah terencana tidak berjalan seperti yang
aku inginkan, sungguh jalan ini lebih indah dari yang aku rencanakan
sebelumnya. Ternyata seiring waktu kita akan menyadari hikmah dari setiap jalan
yang telah Tuhan rencanakan.
Komentar
Posting Komentar